Waspira News | Pabrikan Jepang seperti Honda dan Yamaha kini babak belur di papan bawah dan seringnya finish di luar posisi 10 besar.
Ini Penyebab Pabrikan Jepang Bisa Babak Belur di MotoGP
Suzuki malah sudah cabut duluan, mungkin tahu bakal ketinggalan jauh pada musim 2023 ini.
Dominasi pabrikan Eropa memang sudah terlihat sejak 2021 dimana saat itu dunia masih berada di tengah pandemi Covid-19.
Pada musim 2021 tersebut Ducati mencetak tujuh kemenangan, lebih banyak dari Yamaha (enam), Honda (tiga) serta KTM (dua).
Tapi pada musim tersebut Fabio Quartararo yang keluar sebagai juara dunia, mengalahkan Pecco Bagnaia.
Sementara pada musim 2022 kemudian pabrikan Eropa jelas tidak kasih ampun ke Jepang.
Ducati mencetak total 12 kemenangan, selain itu KTM meraih dua kemenangan dan Aprilia berhasil satu kali menang.
Yamaha hanya mampu tiga kali menang dan Suzuki dua kali. Sementara Honda nol!
Musim ini jelas terlihat kalau pabrikan Eropa masih dominan di ajang MotoGP.
Lihat saja posisi top 3 yang biasanya di isi oleh rider-rider Ducati, Aprilia atau KTM.
Ducati jelas paling kuat, selain rider tim pabrikan tim-tim satelitnya juga paten.
Aprilia memang masih tidak konsisten, tapi kehadiran Miguel Oliveira dari KTM bikin tim satelitnya RNF Racing yang dulu bawa motor. Yamaha mulai di perhitungkan.
Sementara KTM bisa di bilang musim ini agak menurun, tapi masih konsisten di posisi lima besar.
Pabrikan Jepang? Honda bisa di bilang masih bisa beruntung menang di MotoGP Amerika bersama Alex Rins, sisanya ridernya jatuh terus. Lalu cedera dan akhirnya absen balapan.
Masalah pabrikan Jepang ini tentu bukan karena makin tuanya Marc Marquez dan Fabio Quartararo di timnya masing-masing.
Alberto Puig selaku manajer tim Repsol Honda mengungkapkan kalau akar masalah dari melemahnya pabrikan Jepang akibat pandemi Covid-19 itu sendiri.
“Masalahnya Jepang menerapkan regulasi yang ketat dalam pandemi, mereka benar-benar menutup akses keluar-masuk bagi orang asing,” terangnya.
“Efeknya insinyur Jepang tidak bisa keluar dari Jepang, sebaliknya tim kami yang bermarkas di Eropa tidak bisa ke Jepang. Sehingga pengembangan motor jadi terganggu,” terangnya.
Kalau kalian belum tahu, pabrikan Jepang seperti Honda dan Yamaha operasionalnya berada di Eropa.
Repsol Honda bermarkas di Spanyol sementara Monster Energy Yamaha bermarkas di Italia.
Bahkan lebih dari separuh personil tim juga di isi oleh orang-orang Eropa, tapi kendali penuh tetap berada di Jepang.
Selain itu budaya korporat dari pabrikan Jepang juga dianggap mengganggu dalam pengembangan motor.
Pabrikan Jepang lebih konservatif dan lambat dalam pengembangan motor, tidak pernah melakukan aksi radikal layaknya pabrikan Eropa.
“Pabrikan Eropa sangat agresif beberapa tahun terakhir, mereka mungkin akan melakukan kesalahan tapi mereka juga menerima yang namanya kesalahan.” tambah Puig.
Puig tidak asal-asalan dalam bicara, karena dalam beberapa tahun terakhir pabrikan Eropa selalu memunculkan inovasi untuk bisa semakin dominan. Di MotoGP.
Ducati contohnya, merekalah yang pertama kali mempopulerkan aero-fairing serta ride-height device yang kini di pakai di semua motor.
Aprilia selalu berinovasi pada desain aero-fairing ala F1 dan di yakini diam-diam tengah mencoba ground-effect.
KTM baru-baru ini menjajal sasis karbon dan fairing full carbon dalam sesi tes Misano.
Sementara pabrikan Jepang bisa di bilang gitu-gitu aja tanpa inovasi, gimana mau memperbaiki hasil?
Malah rider-ridernya sudah komplen berulang kali kalau motornya mereka terlalu lambat.
“Jepang memang bisa menghasilkan motor yang hebat, tapi cara mereka harus segera di perbaiki dan harus lebih agresif kedepannya,” tegas Puig.
Motorplus|RedWN
Leave feedback about this